Cara Melatih Mental Anak
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Cara Melatih Mental Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mencetak Generasi Rabbani. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 21 Jumadil Awal 1442 H / 05 Januari 2021 M.
Kajian Islam Ilmiah Tentang Cara Melatih Mental Anak
Menempa mental anak ini sangat penting. Karena mental yang kuat akan membuat seorang anak kokoh dan tegar menghadapi berbagai tantangan-tantangan kedepan. Ketika dia beranjak dewasa, dia akan memikul tanggung jawab, dia akan menghadapi banyak rintangan-rintangan dan halangan yang harus dia lalui dengan baik dan itu semua perlu mental. Ini adalah salah satu modal untuk menghadapi tantangan hidup.
Mendidik anak untuk berani, bertanggung jawab, tidak bersikap kerdil, bisa bersikap mandiri, lebih suka menolong daripada ditolong, dapat mengendalikan amarah ataupun emosi, dan menyukai sesuatu yang utama. Ini adalah salah satu pembentukan mental dan karakter yang harus disematkan oleh pendidik kepada anak-anak didik mereka. Semua itu dibutuhkan agar si anak mampu memikul tugas dan tanggung jawab dengan baik setelah dia dewasa.
Hanya saja, menanamkan sifat sifat terpuji itu hanya bisa dilakukan dengan menghilangkan lawan dari sifat-sifat tersebut. Yaitu dengan menghilangkan lawan dari sifat-sifat tersebut. Maka di sini kita akan uraikan beberapa hal yang perlu dihilangkan pada anak atau perlu kita angkat hal-hal ini dari anak agar tertempa mentalnya.
1. Risau dengan komentar orang lain
Ini kesalahan besar yang banyak dilakukan oleh orang tua dan para pendidik di dalam mendidik anak. Yaitu memalingkannya dari muraqabah (merasa diawasi Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Hal ini (risau dengan komentar orang lain) melahirkan rasa tidak takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ia justru menumbuhkan rasa takut kepada manusia dia dan merasa diawasi oleh manusia. Ini akan memberikan pengaruh yang buruk kepada si anak. Dimana yang menjadi kerisauannya adalah komentar manusia.
Maka dari itu muraqabah ini harus kita tanamkan agar menghilangkan kerisauannya terhadap komentar ataupun pandangan manusia. Apabila ini terjadi sejak kecil, anak dikuasai oleh rasa takut terhadap celaan manusia, anak didoktrin untuk berbuat atau meninggalkan sesuatu untuk mendapatkan ridha dan pujian manusia, untuk menghindari celaan manusia, untuk menghindari cemoohan dan rasa tidak suka manusia kepada dirinya, maka pendidikan semacam inilah yang akan melahirkan rasa takut kepada selain Allah.
Seperti perkataan orang tua kepada anak-anak mereka: “Jangan kamu berbuat seperti ini/berbicara seperti ini, nanti orang akan merendahkanmu,” atau ucapan yang sejenis dengan itu. Misalnya: “Apa kata orang kalau kamu melakukan ini, padahal kamu anak Si Fulan.” Mungkin sekilas kata-kata itu terlihat ampuh untuk mencegah anak itu jatuh dalam perkara-perkara yg tidak kita inginkan. Tapi perkataan itu akan melahirkan sesuatu yang negatif, yaitu anak akan melakukan itu semua karena takut celaan manusia, karena apa kata orang nantinya. Metode seperti ini tanpa kita sadari akan melahirkan dan mewariskan kelemahan mental pada diri anak. Dan ini juga akan mendorong anak berbuat apa-apa yang sesuai dengan keinginan orang banyak dan dia takut tampil berbeda sekalipun perbedaan itu adalah sebuah kebenaran.
Dampak lainnya adalah si anak akan kesulitan meninggalkan perbuatan yang berseberangan dengan kebenaran meski telah jelas baginya kesalahan perkara tersebut. Semua itu terjadi karena dia takut terhadap kritikan, celaan ataupun cemoohan orang.
Kita tahu bahwa ada satu kata-kata mutiara “Berani karena benar, takut karena salah,” ini yang harus kita tanamkan kepada anak. Komentar manusia tidak menjadi ukuran, karena manusia ada yang berilmu dan ada yang jahil. Komentar atau celaan itu mungkin lebih banyak muncul dari orang-orang jahil.
Maka anak yang sedari kecil dilatih melakukan atau meninggalkan sesuatu semata-mata memperoleh ridha Allah, takut karena Allah mengawasi, niscaya akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan tangguh.
Ada satu ayat yang perlu kita tanamkan kepada anak-anak kita, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
… إِنَّ الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّـهِ ۗ يُخْفُونَ فِي أَنفُسِهِم مَّا لَا يُبْدُونَ لَكَ…
“Sesungguhnya segala urusan itu ada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala…” (QS. Ali-Imran[3]: 154)
Ajarkan juga kepada anak-anak kita wasiat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Ibnu Abbas, dimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ
“Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah niscaya kamu akan mendapatiNya dihadapanmu.” (HR. Tirmidzi)
Lihat juga: Jagalah Allah Maka Allah Akan Menjagamu
2. Rasa kurang percaya diri
Ada sebagian anak yang kurang percaya diri, apalagi berhadapan dengan manusia. Ada sebagian anak yang memang dia biasa berhadapan dengan manusia dan ada anak yang memang dari kecil senangnya berhadapan dengan benda mati, bukan makhluk hidup. Ketika dia berhadapan dengan manusia terlihat seperti kurang percaya diri atau minder. Ini yang harus dihilangkan pada anak, yaitu rasa kurang percaya diri.
Ini adalah kondisi kejiwaan yang negatif bagi seorang insan. Dan di sini faktor genetika memiliki andil dalam menumbuhkan perasaan ini. Sedangkan lingkungan adalah faktor utama yang memperparah hal tersebut.
Rasa minder anak yang sering bergaul dengan banyak teman lebih kecil dibandingkan dengan anak yang tidak pernah atau kurang bergaul dengan teman. Jadi rasa minder pada anak ini muncuk karena anak kurang bergaul. Maka anak perlu pergaulan. Tidak bisa anak itu kita kurung tanpa teman dan pergaulan.
Ini yang kita hadapi hari ini. Dimana anak-anak sekolah online sehingga mereka merindukan suasana lingkungan sekolah. Karena memang fitrah manusia adalah mencari teman dan pergaulan.
Rasa minder ini akan lebih terlihat ketika seorang anak kurang suka bergaul dengan teman-teman sebayanya. Para orang tua juga harus memperhatikan ini. Karena orang tua punya kewajiban memilih lingkungan dan pergaulan yang baik untuk anak-anak mereka. Anak harus dipandu untuk memilih lingkungan dan pergaulannya. Dia harus bergaul, dia harus punya teman, supaya dia juga bisa menghadapi kenyataan hidup di lapangan nanti.
Anak-anak yang memiliki pergaulan yang lebih luas, cenderung lebih siap untuk menghadapi manusia daripada anak yang dikurung terus tanpa pergaulannya. Tentunya kalau kita mencari teman bagi anak kita yang seperti malaikat tidak ada. Pasti ada plus minusnya. Tapi kita bisa memberikan pelajaran kepada anak. Ini yang harus ditiru dari Si Fulan, ini yang jangan ditiru dari Si Fulan.
Jadi anak perlu pengalaman dan pergaulan. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:
فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Hendaklah salah seorang dari kalian melihat siapakah yang dia pilih menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Dawud)
Nabi tidak menyuruh kita untuk jangan bergaul, tidak ada hadits yang bunyinya seperti itu. Bahkan Nabi mengatakan:
لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا
“Jangan bergaul kecuali kepada orang-orang yang beriman.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Artinya kita harus memilih pergaulan.
Rasa minder yang berlebihan bahkan terkadang membuat anak tidak bisa mengungkapkan isi hatinya atau tidak bisa berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Maka perlu melatih anak untuk bisa dan berani berbicara di hadapan orang banyak.
Bagaimana tips-tips selanjutnya agar anak mempunyai mental yang baik? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini..
Download mp3 Kajian Tentang Cara Melatih Mental Anak
Podcast: Play in new window | Download
Lihat juga: Cara Mendidik Anak dan Pentingnya Mencetak Generasi Rabbani
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49623-cara-melatih-mental-anak/